Misi keadilan sosial dan Gereja Sebagai Terang Dan Garam Dunia
Misi keadilan sosial
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan yang telah lama berkobar dalam dada masyarakat Indonesia dan merupakan tujuan akhir dari revolusi Indonesia. Karena impian itu tidak sedikit ongkos pengorbanan yang telah dicurahkan oleh para pahlawan bangsa. Soekarno dalam pidatonya mengatakan, ‘Masyarakat adil dan makmur, cita – cita asli dan murni dari rakyat Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh – puluh tahun. Masyarakat adil dan makmur tujuan akhir dari revolusi kita. Masyarakat adil dan makmur yang untuk itu, berpuluh – puluh ribu pemimpin – pemimpin kita menderita. Perpuluh – puluh ribu pemimpin – pemimpin kita meringkuk dalam penjara. Perpuluh –puluh ribu pemimpin – pemimpin kita meninggalkan kebahagiaan hidupnya. Beratus – ratus ribu, mungkin jutaan rakyat kita menderita tak lain tak bukan ialah mengejar cita – cita terselenggaranya satu masyarakat adil dan makmur yang di situ segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai Merauke mengecap kebahagiaan’.
1. Mimpi tentang masyarakat adi dan makmur ini telah lama bergejolak dalam sanubari masyarakat Indonesia bahkan sejak zaman prasejarah.
2. Pada masa perjuangan kemerdekaan visi tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat diidealisasikan oleh para pejuang pergerakan dan mewarnai diskusi tentang dasar falsafah negara dalam persidangan BPUPK. Klimaksnya ketika Soekarno mengungkapkannya dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 yang kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya Pancasila. Soekarno dalam pidatonya itu mengatakan, ‘Prinsip nomor empat sekarang saya usulkan… yaitu prinsip kesejahteraan; tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka’.
3. Ide dan mimpi tentang kesejahteraan sosial ini kemudian dirumuskan sebagai salah satu unsur yang menyusun dasar falsafah Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pancasila Sila Kelima, ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ seterusnya mewarnai konstitusi Negara Indonesia. Meski visi tentang keadilan sosial telah lama bergelora dan diperjuangkan oleh bangsa Indonesia namun belum terwujud dengan baik. Kita melihat tingkat kesejahteraan masyarakat belum merata, tingkat kecerdasan antara desa dan kota masih terjadi kesenjangan, diskriminasi terhadap kelompok – kelompok minoritas masih sering terjadi, penegakan hukum yang masih tebang pilih, dll. Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A dalam ProceedingKongres Pancasila 2009 di Yogyakarta mengatakan bahwa salahsatu penyebab belum terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu karena belum dipahami dan diupayakannya secara sungguh – sungguh Pancasila sebagai landasan filosofi dan ideologi dari Negara Republik Indonesia.
4. Kenyataannya bahwa Pancasila sebagai dasar negara sejak lahirnya sudah mulai mendapat rongrongan untuk digantikan. Pemberontakan PKI 1948 dan 1965 serta pemberontakan DI/TII adalah usaha mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Dalam beberapa tahun terakhir usaha untuk mengganti Pancasila semakin masif dan muncul dalam ‘wajah’ yang berbeda. Rongrongan itu memicu munculnya gerakan nasionalisme yang melanda negeri. Gerakan itu diekspresikan secara sporadis denganberbagai cara melalui media sosial dan gerakan massa. Beberapa tagline yang menjadi trending di media sosial seperti Puncaknya saat pemerintah membekukan beberapa organisasi massa yang dianggap anti Pancasila. Beberapa dari tokoh mereka ditangkap dan diadili. Disadari atau tidak munculnya gerakan – gerakan yang tidak selaras dengan Pancasila telah menghambat dan memperlambat pembangunan bangsa sehingga Indonesia belum juga mencapai cita – citanya sebagai bangsa yang sejahtera, adil dan makmur. Fakta bahwa banyak dari rakyat Indonesia yang memberhalakan suku, agama dan budaya mereka sehingga tercekik dalam kepicikan intoleransi akibatnya selalu muncul kecurigaan dan kebencian primordial.
5. Sikap seperti ini muncul dalam pandangan Ahmad Syafi’iMaarif karena banyak anak bangsa yang tenggelam dalam hedonis konsumeristik sehingga melupakan cita – cita kebangsaan. Hal ini diperparah oleh banyaknya institusi yang ada dalam masyarakat kita yang pelaksanaan misinya tidak sepenuhnya mengaktualisasikan nilai – nilai Pancasila khususnya Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
6. Masih terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat kita. Data Badan Pusat Statistik Indonesia pada Bulan September 2017 menunjukkan bahwa jumlah rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan masih mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen).
7. Sementara itu di Jawa Tengah persentase penduduk miskin per September 2017 sebesar 12, 23 persen.
8. Berdasarkan hal ini penting untuk melihat misi gereja – gereja di Indonesia sebagai komponen yang tak terpisahkan dari negara. Apakah misi gereja - gereja di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia? Dengan kata lain, apakah gereja – gereja sungguh – sungguh ingin mewujudkankeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?. Sebagaimana diketahui bahwa gereja telah hadir di Indonesia sekitar tahun 1543 jauh sebelum Indonesia merdeka. Gereja hadir di Indonesia sebagai hasil pekerjaan misi gereja – gereja Barat yang datang bersamaan dengan ekspansi kolonialis, imperialis dan kapitalis bangsa – bangsa Barat ke Asia, yang berlangsung dalam kurun waktu lima abad dari tahun 1492 sampai 1947.
9. Meski kedatangan gereja ke Nusantara bersamaan dengan kolonialisme dan imperialisme Barat namun sama sekali tidak bekerjasama dengan penjajah. Para penjajah datang ke Nusantara bukan untuk menyebarkan agama Kristen tetapi untuk mengambil kekayaan Indonesia demi kepentingan ekonomi mereka.
10. Meski demikian hampir dipastikan bahwa pengaruh budaya di Barat di mana para pekabar Injil itu dibesarkan ikut terbawa ke Indonesia. Hal sederhana yang masih dapat kita lihat sampai hari ini adalah bentuk bangunan gereja – gereja di Indonesia, liturgi, cara berpakaian, dll. Gereja segera mengakar di bumi Indonesia, mengembangkan ciri – ciri khasnya, terutama di daerah – daerah di mana orang Kristen, tidak merasa menganut agama asing.
11. Bahkan belakangan dengan cepat gereja – gereja dengan latar belakang suku lahir di berbagai daerah. Ada Gereja Batak di Sumatera, Gereja Minahasa dan Toraja di Sulawesi, Gereja Kristen Maluku di Ambon, Gereja Kristen Jawa di Jawa, Gereja Timor di Nusa Tenggara, dll. Gereja – gereja tersebut bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam konteks masing - masing. Namun penting melihat, apakah gereja – gereja itu bermisi berdasarkan filosofi Pancasila khususnya dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat kesejahteraan sosial adalah cita – cita luhur bangsa Indonesi. Apakah kehadiran gereja menjadi kontekstual dan fungsional dalam memformulasikan nilai – nilai ke-Indonesiaan Gereja yang menjadi garam dan terang duni
MENJADI GARAM DAN TERANG DI DUNIA
William Barclay dalam tafsiran Matius 5: 13-16 memaparkan tentang fungsi dan arti menjadi garam dan terang dunia. Pertama-tama Barclay mengungkapkan arti dan fungsi menjadi garam dunia adalah:
Garam yang putih dan mengkilap saat tertimpa matahari menghubungkan identitas dirinya dengan simbol kemurnian. Barclay menceritakan bahwa dalam dunia Romawi kuno, garam merupakan korban persembahan yang disukai oleh para dewa sebab garam dianggap sebagai barang yang paling bersih dan jernih karena dia berasal dari benda yang paling bersih dan jernih yaitu matahari dan laut. Saat dunia kita mengalami penurunan standar atau norma moral dan spiritual, Barclay mengatakan Gereja sebagai garam dunia tetap harus menjaga kemurniannya. Dia harus tetap menjaga dirinya supaya tidak terserat dan dicemarkan oleh dunia
Garam berfungsi sebagai pengawet dan pencegah kerusakan. Sejak dulu garam dipercaya untuk mengawetkan makanan khususnya daging agar lebih tahan lama. Barclaymengungkapka bahwa orang Kristen sebagai garam dunia harus menjadi orang yang berani menyingkirkan kejahatan dan kebusukan, sehingga kehadirannya akan membuat orang (dunia) melakukan kebaikan. Hal senada diungkapkan oleh Arnold, yaitu garam berfungsi untuk memperlambat kematian bahkan memperbarui kekuatan organ-organ tubuh yang tadinya sudah mati. Dengan kata lain, Gereja (orang Kristen) adalah melawan kuasa kejahatan dan bertindak untuk memperbarui dunia.
Garam memberikan cita rasa tertentu kepada banyak hal. Makanan tanpa garam tidak akan terasa enak. Sekalipun tidak terlihat butir-butir garam, karena garam larut, tetapi orang dapat merasakan kehadiran garam karena memberikan rasa yang berbeda kepada makanan yang disajikan. Kekristenan, menurut Barclay, memberikan cita rasa dan keharuman bagi kehidupan. Kekristenan memberikan makna yang baru dan baik kepada kehidupan manusia.
Kedua, makna terang dunia adalah:
Terang adalah untuk dilihat. Seseorang menyalakan pelita tidak mungkin disembunyikan dibawah. Pelita dinyalakan supaya cahaya yang dihasilkannya dapat dilihat orang. Identitas Gereja sebagai terang, menurut Barclay, perannya harus terlihat secara nyata. Gereja tidak boleh hanya berperan di dalam dirinya sendiri. Gereja harus terlihat nyata di dalam kehidupan sehar-hari di dunia ini.
Terang berfungsi sebagai pembimbing. Terang dibutuhkan agar orang tidak terjatuh atau menabrak sesuatu pada saat gelap. Terang juga membimbing orang pada jalan yang aman dan baik. Orang Kristen harus dapat menjadi petunjuk dan terang bagi orang lain. Pada saat banyak orang tidak mampu mengambil sikap tegas dalam hidupnya, kekristenan harus secara tegas mengarahkan orang untuk memilih yang benar dan tepat.
Terang memberikan peringatan. Terang menjadi peringatan bagi seseorang apabila didepannya ada bahaya. Gereja memiliki tugas untuk memberikan peringatan kepada sesamanya apabila ada bahaya yang mengancam atau dia melakukan hal-hal yang salah dalam kehidupannya. Gereja tidak boleh membiarkan sesamanya apabila mereka jatuh semakin dalam di dunia ini.
Dengan paparan tentang fungsi dan peran garam dan terang dunia menurut Barclay, pertanyaannya adalah bagaimana Gereja menjalankan peran dan fungsi tersebut di Indonesia saat ini? Bagaimana Gereja menunjukkan identitasnya di tengah-tengah bumi Indonesia yang dipengaruhi oleh globalisasi dan perkembangan pesat teknologi yang melahirkan spiritualitas baru dalam diri masyarakat?
Ada yang Tetap dan Tidak Boleh Berubah di tengah Dunia yang Berubah.
Saat kita berbicara tentang identitas garam dan terang yang memelihara kemurnian dirinya agar tidak tercemar, membimbing orang lain untuk memilih yang benar, maka Gereja sendiri harus menyadari ada yang harus tetap dan tidak boleh berubah di tengah dunia yang berubah. Mengapa? Apa yang tetap dan tidak berubah ini menjadi patokan mendasar dari sikap Gereja sebagai garam dan terang dunia.
Eka Darmaputera menyatakan bahwa Gereja tidak berubah dalam eksistensinya, yaitu Gereja dihadirkan oleh Allah. Dengan demikian kehadiran Gereja yaitu melaksanakan misi Allah (Missio Dei) yang berintikan Misi Kristus (Missio Christi). Misi Allah untuk menyelamatkan seluruh makhluk nyata dalam misi Kristus yang membawa Kerajaan Allah (syalom: damai sejahtera) di bumi. Menurut Eka, Gereja mengemban tugas ke dalam dan tugas ke luar. Gereja harus merupakan persekutuan yang bersaksi dan persekutuan yang melayani.]
Menyadari eksistensinya, maka Gereja dalam menjalankan misi penyelamatan Allah harus menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, yaitu kasih, persaudaraan, keadilan, kebenaran, damai sejahtera dan keutuhan ciptaan. Oleh karena itu Eka Darmaputera menjabarkan nilai-nilai pelayanan, yang bersumber dari pelayanan Kristus, yang ada dan tidak berubah sebagai acuan melaksanakan misi Allah:
Pelayanan yang berdasarkan pada ketaatan yang sepenuhnya kepada Allah dan kasih yang sepenuhnya kepada sesama. Orientasi pelayanan Kristiani adalah kehendak Allah dan kebutuhan mereka yang kita layani, bukan kepentingan kita.
Pelayanan Kristus menunjukkan solidaritas, maka pelayanan Kristiani harus disertai dengan respek, simpati dan empati yang dalam.
Pelayanan Kristus adalah pelayanan yang holistik, maka pelayanan Kristiani menunjukkan pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari seluruh aspek kehidupan dan kebutuhan manusia. Pelayanan Gereja bukan hanya sekedar urusan spiritual, tetapi juga kebutuhan fisik dan psikis.
Comments